Petani Rugi Besar, Embung dari BWS Sumatera V di Solok Tak Bisa Difungsikan

0

Kota Solok, Sumatera Barat | Proyek pembangunan Embung Batang Binguang di Kota Solok yang menyerap dana negara lebih dari Rp20,6 miliar kini menuai sorotan tajam. Baru beberapa bulan setelah dinyatakan selesai dan sempat dipromosikan sebagai proyek strategis nasional, embung tersebut justru mengalami kerusakan serius: kebocoran air, longsoran dinding, dan saluran irigasi yang tidak berfungsi.

Ratusan hektare sawah di sekitarnya kini berada di ambang gagal panen akibat hilangnya pasokan air—menciptakan ironi pahit bagi warga yang awalnya menggantungkan harapan besar pada keberadaan embung ini.

Ambisi Besar, Hasil Mengecewakan

Pembangunan embung ini dicanangkan sebagai bagian dari program pengendalian banjir dan penyediaan air baku bagi sektor pertanian. Selain fungsi teknis, embung juga dipromosikan sebagai kawasan konservasi dan destinasi wisata air. Namun kerusakan yang muncul dalam hitungan minggu setelah proyek rampung mengundang pertanyaan besar tentang kualitas pekerjaan dan integritas pelaksana proyek.

Dua Tahap Pekerjaan, Dua Kontraktor, Satu Masalah Besar

Proyek embung dibagi menjadi dua tahap:

Tahap I

Pelaksana: PT Taman Karya Menggala

Nilai kontrak: Rp10,4 miliar

Durasi: 220 hari sejak 10 Mei 2023

Pengawasan: PT Pilar Nawa Seta KSO & PT Boarta Lestari Konsultan

Tahap II

Pelaksana: CV Saguna Karya Pratama

Nilai kontrak: Rp8,8 miliar

Tanggal kontrak: 31 Januari 2024

Durasi pelaksanaan: 300 hari

Pengawasan: PT Wandra Cipta Engineering Consultant

Seluruh tahapan proyek berada di bawah koordinasi Balai Wilayah Sungai Sumatera V (BWSS V) Kementerian PUPR, dengan pejabat pembuat komitmen (PPK) yang hingga kini belum menyampaikan pernyataan publik.

Sorotan Warga: Waduk Tidak Dikeruk, Tanah Rapuh Dijadikan Dasar Bangunan

Sejumlah tokoh masyarakat dan kelompok tani melaporkan kejanggalan sejak tahap awal proyek. Ketua Kelompok Tani “Lumbung Padi”, Nasri In Dt. Malintang Sutan, mengungkap bahwa dasar embung tidak dikeruk sebagaimana mestinya. Material kayu, lumpur, dan batuan dibiarkan menumpuk di dasar, yang berpotensi mengganggu daya tampung dan mempercepat degradasi struktur.

“Saluran air dibuat di atas tanah rapuh. Tidak heran kalau akhirnya longsor dan menimbun saluran utama,” katanya.

Selain itu, dinding embung mengalami keretakan dan kebocoran besar. Air yang seharusnya ditampung untuk keperluan irigasi justru menghilang tanpa arah aliran yang jelas.

“Air cepat surut tapi tidak ada aliran keluar. Ini mencurigakan. Kami curiga air merembes dari bawah pelat saluran keluar yang tidak tertutup rapat,” ujarnya.

Dampak Langsung: Sawah Kering, Gagal Panen Mengancam

Akibat kerusakan embung, saluran irigasi utama tertimbun longsoran tanah dan tidak lagi mengalirkan air. Kondisi ini terjadi di tengah musim kemarau, saat petani sangat membutuhkan pasokan air. Akibatnya, lebih dari 300 hektare sawah kini berada dalam kondisi kritis.

“Kami bingung harus bagaimana. Proyek ini dibilang untuk petani, tapi kami justru jadi korban. Padahal anggarannya luar biasa besar,” keluh Samsul Bahri, petani di kawasan Tanah Garam.

Sorotan pada Konsultan dan Pengawasan Teknis

Banyak pihak mempertanyakan peran konsultan pengawas dan pengendali mutu dalam proyek ini. Kerusakan besar dalam waktu singkat mengindikasikan adanya persoalan serius dalam perencanaan dan pengawasan.

Seorang insinyur sipil lokal yang dimintai tanggapan menyebut bahwa sistem pengawasan tampak tidak berjalan semestinya.

“Ini tidak semata soal kontraktor. Konsultan pengawas harus bertanggung jawab karena mereka yang mengawal tiap tahap pekerjaan. Jika fungsi pengawasan benar, kebocoran dan longsor bisa dicegah,” ujarnya.

Desakan Audit dan Penyelidikan

Masyarakat menuntut agar proyek ini segera diaudit secara menyeluruh oleh lembaga terkait. Selain itu, mereka juga mendesak agar dilakukan penyelidikan mendalam oleh aparat penegak hukum jika ditemukan indikasi penyimpangan.

Tuntutan masyarakat antara lain:

Audit teknis dan administrasi oleh Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR

Audit keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

Penyelidikan oleh Kejaksaan atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika ditemukan unsur pidana

Penutup: Dari Proyek Harapan Menjadi Simbol Kegagalan

Embung Batang Binguang awalnya digadang sebagai simbol kemajuan sektor pertanian dan tata kelola air di Kota Solok. Namun kondisi di lapangan justru menggambarkan sebaliknya: proyek mangkrak, kerugian besar, dan krisis kepercayaan publik.

Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari pihak BWSS V, pelaksana proyek, maupun pengawas teknis terkait kondisi embung. Masyarakat menunggu tanggung jawab, bukan sekadar klarifikasi.

Catatan:

Jika tidak ada transparansi dalam penanganan kasus ini, sejumlah warga menyatakan siap mengadukannya langsung ke lembaga antikorupsi pusat.

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)