"Proyek BWS Sumatera V di Pesisir Selatan Terindikasi Langgar UU Minerba, Aparat Diminta Turun Tangan"

GLADIATOR
0

PESISIR SELATAN | Dugaan pelanggaran serius kembali mencuat dalam pelaksanaan proyek pemerintah di wilayah Sumatera Barat. Proyek lanjutan pembangunan Daerah Irigasi (D.I) Tarusan di Kabupaten Pesisir Selatan yang dikerjakan oleh CV Satria Perdana tengah menjadi sorotan publik. Proyek senilai Rp10,5 miliar yang berada di bawah koordinasi Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera V ini diduga menggunakan material tanah urug ilegal serta dijalankan oleh rekanan yang tidak memiliki dokumen perizinan tambang yang sah dan aktif, Senin 21 Juli 2025.

Berdasarkan informasi yang diperoleh redaksi dari sejumlah sumber internal, CV Satria Perdana disebut tetap melanjutkan aktivitas konstruksi meskipun Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB) milik perusahaan tersebut telah tidak berlaku lagi. Selain itu, tidak ditemukan kejelasan terkait Laporan Hasil Kegiatan (LHK) yang semestinya menjadi kewajiban administratif setiap kegiatan pertambangan.

Pekerjaan fisik proyek tetap berlangsung meski legalitas pengadaan material tanah timbunan diragukan. Fakta ini menimbulkan dugaan kuat adanya pembiaran atau bahkan kemungkinan pembenaran diam-diam dari pihak-pihak terkait, terutama BWS Sumatera V sebagai pemilik kewenangan dan pengendali pelaksanaan proyek.

Diduga Langgar UU Minerba, Proyek Negara Berpotensi Jadi Sarang Kejahatan Lingkungan

Dugaan pelanggaran tersebut berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Dalam Pasal 158, dengan tegas dinyatakan.

“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.”

Jika terbukti bahwa tanah urug yang digunakan dalam proyek ini tidak berasal dari tambang resmi atau tidak memiliki izin SIPB aktif, maka hal tersebut bukan hanya merupakan pelanggaran administratif, melainkan telah masuk ke ranah pidana.

Tanggung Jawab BWS Sumatera V Dipertanyakan

Yang menjadi pertanyaan publik saat ini adalah mengapa BWS Sumatera V selaku pemilik proyek tetap memberikan toleransi terhadap rekanan yang tidak memiliki izin lengkap. Apakah BWS V tidak melakukan verifikasi legalitas material? Ataukah ada unsur pembiaran terhadap pelanggaran demi kelancaran progres fisik proyek?

Salah satu narasumber menyebut bahwa ketika dikonfirmasi, pejabat dari BWS V sempat menyebut nama perusahaan pemasok material. Namun, perusahaan tersebut secara tegas membantah telah menyuplai tanah timbunan untuk proyek tersebut. Fakta ini menambah kecurigaan bahwa BWS Sumatera V gagal memastikan akuntabilitas dan transparansi dalam pelaksanaan proyek yang menggunakan dana APBN tersebut.Aktivis Desak Aparat Hukum Bertindak

Sejumlah aktivis lingkungan dan pengamat kebijakan publik di Sumatera Barat menyatakan keprihatinannya. Mereka menilai pelanggaran seperti ini tidak bisa dibiarkan, apalagi terjadi dalam proyek strategis yang menyangkut kebutuhan masyarakat.

“Jika benar proyek menggunakan material tambang ilegal, tanpa SIPB aktif, dan didiamkan oleh BWS Sumatera V, maka ini bukan kelalaian biasa. Ini bisa jadi indikasi pembiaran sistemik dan pelanggaran tata kelola keuangan negara,” tegas seorang aktivis lingkungan yang minta identitasnya dirahasiakan.

Publik Tuntut Transparansi dan Sanksi Tegas

Hingga berita ini diterbitkan, tidak ada klarifikasi dari pihak CV Satria Perdana maupun tanggapan resmi dari BWS Sumatera V. Pemerintah daerah juga belum menunjukkan langkah konkret. Masyarakat luas menuntut adanya audit terbuka terhadap proyek ini, termasuk penelusuran asal-usul material dan dokumen perizinan yang digunakan.

Publik berharap agar kejadian ini menjadi momentum evaluasi menyeluruh terhadap proses pengadaan dan pengawasan proyek-proyek yang bersumber dari keuangan negara. Jangan sampai dana triliunan rupiah untuk infrastruktur justru menjadi ladang pelanggaran hukum dan perusakan lingkungan yang dilegalkan oleh diamnya lembaga-lembaga pengawasan.

Redaksi akan terus melakukan penelusuran mendalam terhadap dugaan pelanggaran ini dan menyampaikan informasi lanjutan kepada publik sebagai bentuk tanggung jawab atas kontrol sosial dan transparansi kebijakan publik.

TIM

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)