Padang, 24 September 2025 | Suasana publik Sei. Barameh, Kecamatan Lubuk Begalung, Kota Padang, tengah diguncang isu serius terkait pengelolaan dana Corporate Social Responsibility (CSR). Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Gates Nan XX, Syafrizal Koto, resmi melaporkan dugaan penyalahgunaan dana CSR senilai Rp823 juta ke Polresta Padang.
Langkah hukum ini diambil bukan hanya sebagai bentuk pertanggungjawaban moral seorang ketua LPM baru, tetapi juga sebagai cermin keresahan warga terhadap praktik pengelolaan dana yang selama bertahun-tahun dinilai sarat kejanggalan.
Laporan Resmi Bernomor 20/LPM-G/IX/2025
Dalam laporannya, Syafrizal Koto tidak bergerak sendirian. Ia datang bersama Deni Arifandi, Ketua Pemuda Sei. Barameh periode 2025–2030, menyerahkan bukti serta dokumen pendukung. Laporan itu menyoroti dua nama penting dalam struktur lama: Zaiyalani (mantan LPM II Sei. Barameh periode 2016–2024) dan Bandrius (mantan Ketua Pemuda 2017–2019).
Keduanya diduga gagal mempertanggungjawabkan alur keluar-masuk dana CSR yang selama masa jabatan mereka dikelola tanpa transparansi. “Kami sudah melakukan klarifikasi, namun tidak pernah ada jawaban tuntas. Karena itu, jalur hukum adalah pilihan terakhir,” ujar Syafrizal dengan nada tegas.
Rp. 823 Juta: Dana CSR yang Mengendap dan Misterius
Dana yang dipersoalkan bersumber dari PT Abai Siat Raya dan CV Rempah Sari, dengan total akumulasi mencapai Rp823 juta. Seharusnya, dana ini diprioritaskan untuk pembangunan nagari, kegiatan kepemudaan, serta program sosial masyarakat.
Namun, dalam catatan laporan, dana tersebut tidak memiliki kejelasan penggunaan. Tidak ada laporan resmi, tidak ada bukti pertanggungjawaban ke publik, bahkan keberadaan saldo akhirnya pun menjadi misteri. Kondisi inilah yang memantik kecurigaan sekaligus kemarahan warga.
Kekosongan Jabatan: Celah yang Dimanfaatkan
Salah satu faktor krusial yang memperburuk keadaan adalah kekosongan jabatan Ketua Pemuda Sei. Barameh periode 2020–2024. Tanpa kepemimpinan resmi, pengelolaan dana CSR tetap berjalan, tetapi di tangan pihak-pihak yang tak lagi memiliki legitimasi.
“Sejak 2020 tidak ada ketua pemuda resmi, tapi ada oknum yang masih mengelola dana CSR. Ini jelas tidak bisa dibenarkan,” kata Syafrizal. Situasi ini menciptakan apa yang disebutnya sebagai “grey area” pengelolaan keuangan—wilayah abu-abu yang rawan penyimpangan.
Laporan Menyebar ke Banyak Pihak
Tak ingin persoalan ini tenggelam, laporan Syafrizal ditembuskan ke berbagai instansi: Kapolda Sumbar, Dirreskrimum Polda Sumbar, Camat Lubuk Begalung, Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Nan XX, Lurah Gates Nan XX, hingga perusahaan pemberi dana CSR.
Tujuannya jelas: memastikan setiap pemangku kepentingan tahu bahwa masyarakat Sei. Barameh menuntut transparansi, bukan sekadar janji.
Transparansi Saldo Awal Kas Nagari 2025
Sebagai Ketua LPM yang baru dilantik, Syafrizal menegaskan bahwa langkah hukum ini juga demi memastikan saldo awal kas Nagari Sei. Barameh tahun 2025 benar-benar jelas dan bersih.
“Dana CSR bukan untuk kepentingan pribadi. Harus kembali ke tujuan awal: membangun nagari, membiayai kegiatan sosial, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” tegasnya.
Sorotan Publik: Momentum untuk Perubahan
Kasus ini menjadi buah bibir di kalangan warga. Banyak yang menaruh harapan agar laporan Syafrizal menjadi pintu masuk bagi lahirnya sistem akuntabilitas baru dalam pengelolaan dana nagari.
Sejumlah tokoh masyarakat menyebut langkah Syafrizal sebagai keberanian yang jarang muncul. “Kalau tidak ada yang berani bersuara, dana seperti ini akan terus jadi ladang gelap,” ungkap salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Menunggu Tindak Lanjut Aparat Penegak Hukum
Kini, semua mata tertuju pada Polresta Padang. Apakah laporan bernomor 20/LPM-G/IX/2025 ini akan ditindaklanjuti sebagai pintu masuk penyelidikan, atau justru tenggelam dalam tumpukan kasus klasik?
Yang jelas, keberanian Syafrizal Koto mengangkat isu ini telah membuka babak baru perjuangan masyarakat Sei. Barameh untuk mendapatkan transparansi dan keadilan dalam pengelolaan dana CSR.
Jika kasus ini benar-benar diusut tuntas, maka sejarah baru akan tercatat: dana CSR tidak lagi dibiarkan mengendap dalam ruang abu-abu, melainkan benar-benar menjadi modal sosial bagi pembangunan nagari.
TIM