Janji Tinggal Janji? Dugaan Intimidasi dan Nepotisme Bayangi Pemerintahan Baru Kabupaten Solok

GLADIATOR
0

KAB. SOLOK | Ketika pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Solok nomor urut 3, Jon Firman Pandu dan Candra, tampil di panggung debat Pilkada 2024 yang disiarkan langsung oleh TVRI Padang, publik disuguhkan narasi tajam soal penolakan terhadap praktik intimidasi dan intervensi kekuasaan yang disebut-sebut mewarnai pemerintahan sebelumnya di bawah kepemimpinan Epyardi Asda, Kab. Solok Minggu 20 Juli 2025.

Pernyataan mereka kala itu disambut tepuk tangan hangat dari masyarakat. Rakyat menaruh harapan besar: agar roda kekuasaan tidak lagi dijadikan alat balas dendam atau menekan yang berbeda pandangan.

Namun, belum genap setahun masa kepemimpinan berjalan, publik kini mulai bertanya: Di mana realisasi dari janji-janji tersebut?

Salah satu kasus yang mencuat ke permukaan adalah pemindahan sepihak terhadap seorang tenaga honorer non-ASN, Qorry Syuhada, yang telah mengabdi lebih dari 12 tahun di Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan (Koperindag) Kabupaten Solok.

Qorry, yang sedang menunggu hasil seleksi PPPK dan telah tercatat dalam database resmi Badan Kepegawaian Negara (BKN), justru dimutasi secara tidak wajar. Bahkan, seluruh administrasi kepegawaiannya dibekukan. Dugaan kuat menyebutkan bahwa keputusan tersebut dilatari oleh motif dendam lama yang bersumber dari lingkaran dekat kekuasaan — istri Bupati Solok sendiri.

Indikasi Pelanggaran Undang-Undang

Dalam kasus ini, setidaknya terdapat beberapa aturan dan undang-undang yang patut dicermati karena diduga dilanggar, antara lain:

  1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara

    • Pasal 3: Setiap ASN harus bebas dari intervensi politik dan tidak boleh disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
    • Pasal 4 huruf c dan d: Penempatan pegawai harus berdasarkan sistem merit, bukan karena kedekatan atau kepentingan pribadi.
  2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan

    • Pasal 10 ayat (1): Setiap keputusan atau tindakan pemerintahan wajib berdasarkan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB), seperti asas kepastian hukum, tidak menyalahgunakan kewenangan, dan proporsionalitas.
    • Pasal 17: Setiap pejabat dilarang menyalahgunakan kewenangannya yang dapat merugikan individu.
  3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN

    • Pasal 5 ayat (4): Penyelenggara negara wajib menghindari konflik kepentingan dalam setiap pengambilan keputusan.
    • Pasal 22 dan 23: Penempatan keluarga dalam posisi strategis yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan bisa dikategorikan sebagai pelanggaran prinsip penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN.
  4. PermenPAN-RB No. 20 Tahun 2018 tentang Jabatan Fungsional Analis Kepegawaian

    • Pemindahan atau pembekuan status kepegawaian terhadap pegawai non-ASN harus melalui prosedur administratif yang sah dan tidak diskriminatif.

Peran Ganda Istri Bupati Disorot

Publik menyorot tajam peran ganda istri Bupati Solok yang saat ini menjabat Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan (Prokomp)Ketua TP PKK, dan Ketua Dekranasda Kabupaten Solok.

Konsentrasi kekuasaan dalam satu tangan—terlebih dalam lingkaran keluarga kepala daerah—menyimpan risiko besar konflik kepentingan, penyalahgunaan akses informasi strategis, dan pengendalian narasi publik secara sepihak.

"Jika dahulu mereka mengkritik keras pola semacam ini, lalu mengapa sekarang justru mengulang praktik yang sama?" ujar salah seorang tokoh masyarakat Kabupaten Solok.

Publik Menagih Janji Etika Politik

Kekuasaan, tanpa pengendalian etika dan kesadaran akan batas kewenangan, akan mudah terjerumus pada pengulangan kesalahan masa lalu. Apa yang dialami oleh Qorry Syuhada kini menjadi simbol dari kekecewaan publik terhadap janji-janji perubahan yang disampaikan di atas panggung debat.

Beberapa organisasi masyarakat sipil dan tokoh publik menyerukan bukan sekadar klarifikasi, melainkan langkah konkret:

  • Pemulihan hak pegawai honorer yang diduga dizalimi.
  • Penegakan prinsip meritokrasi dalam penempatan ASN dan non-ASN.
  • Pembatasan jabatan strategis yang dipegang oleh keluarga kepala daerah.

Demokrasi Bukan Soal Siapa Berkuasa, Tapi Siapa yang Dijaga

Dalam sistem demokrasi yang sehat, kekuasaan bukan sarana menekan lawan, melainkan alat melindungi hak seluruh warga. Jika saat ini kekuasaan justru digunakan untuk menyisihkan mereka yang dianggap "berseberangan", maka janji reformasi birokrasi dan pelayanan publik yang profesional hanyalah slogan kosong belaka.

Rakyat Kabupaten Solok kini mengamati dengan seksama. Pemerintahan JFP-Candra sedang dalam sorotan. Mampukah mereka membuktikan bahwa kepemimpinan ini bukan kelanjutan dari pola lama yang mereka kritik? Ataukah publik akan kembali dikhianati oleh harapan yang pernah mereka pilih?

Jika pembenahan tidak segera dilakukan, maka sejarah akan mencatat bahwa janji perubahan hanya sebatas kata, tanpa makna.

Bersambung....

Tim

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)