Proyek APBN Rp17 Miliar Sarat Masalah, Publik Tuntut Audit Menyeluruh

GLADIATOR
0

KABUPATEN SOLOK | Proyek penanganan longsoran pada ruas jalan nasional 6053 Lubuk Salasiah–Surian, Kabupaten Solok, kini tengah menjadi sorotan tajam publik. Proyek strategis bernilai Rp17.146.590.000 tersebut dibiayai dari APBN Tahun Anggaran 2025, dengan masa pelaksanaan 202 hari kalender.Pekerjaan berada di bawah tanggung jawab BPJN Sumatera Barat melalui Satker Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II, dengan penanggung jawab teknis adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan didampingi oleh konsultan pengawas.Alih-alih menjamin keamanan dan keselamatan masyarakat pengguna jalan, proyek yang seharusnya mengatasi ancaman longsor itu justru dipenuhi tanda tanya besar. Indikasi kuat muncul bahwa pengawasan lemah, verifikasi teknis minim, dan dugaan pembiaran terhadap material serta metode kerja tidak sesuai standar telah terjadi sejak awal.

PPK, Satker, dan Konsultan

Dari investigasi media bersama praktisi hukum serta LSM, terungkap bahwa dugaan penyimpangan bukan Pada soal kualitas pekerjaan kontraktor. Yang lebih krusial adalah peran PPK, Satker, dan konsultan yang semestinya menjadi “mata dan telinga” negara dalam mengawal pekerjaan konstruksi berbiaya miliaran rupiah.

1. PPK (Pejabat Pembuat Komitmen)

Sebagai pemegang kuasa pengguna anggaran di lapangan, PPK memiliki kewenangan penuh untuk mengawasi jalannya proyek. Namun fakta di lapangan menunjukkan adanya kelemahan serius:

  • Tidak dilakukan uji material secara menyeluruh, padahal indikasi penggunaan batu kali berpori dan adukan semen tipis terlihat jelas.
  • Laporan progres lebih banyak berupa dokumen administratif, bukan hasil uji teknis dan laboratorium.
  • Pembiaran terhadap pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi kontrak.

2. Satker Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II

Satker sebagai pemegang tanggung jawab struktural proyek justru dianggap lebih banyak berperan sebagai “penerima laporan” dibanding pengawas aktif. Padahal, proyek sebesar ini menyangkut:

  • Aspek keselamatan publik, karena berada di jalur vital lintasan masyarakat dan logistik.
  • Aspek hukum, sebab dana APBN Rp17 miliar harus dipertanggungjawabkan secara transparan.

Kelemahan Satker terlihat dari tidak adanya inspeksi mendalam terhadap progres pekerjaan dan lemahnya kontrol terhadap PPK maupun konsultan pengawas.

3. Konsultan Pengawas

Konsultan yang semestinya menjadi filter teknis justru disorot paling tajam.

  • Drainase dan saluran air dikerjakan tanpa kemiringan yang tepat, tetapi tetap dilaporkan “sesuai”.
  • Pemasangan bronjong tidak rapat dan tidak memenuhi standar SNI, namun lolos verifikasi.
  • Laporan konsultan diduga hanya formalitas di atas meja, bukan hasil pengawasan lapangan.

Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah konsultan bekerja independen sesuai kontrak, atau sekadar melegitimasi pekerjaan kontraktor?

Praktisi Hukum: Ada Unsur Pelanggaran UU

Praktisi hukum Suwandi, S.H., M.H. menegaskan bahwa kelalaian PPK, Satker, dan konsultan tidak bisa dianggap sepele.
“Jika pengawasan lemah dan pekerjaan dibiarkan tidak sesuai kontrak, jelas ada unsur pelanggaran hukum. UU Tipikor, UU Jasa Konstruksi, dan UU Keuangan Negara memberi dasar jelas bahwa setiap penyelenggara proyek negara wajib bekerja transparan, akuntabel, dan sesuai standar,” tegasnya.

Suwandi menyebut setidaknya tiga regulasi yang bisa menjerat para pihak:

  1. UU Tipikor – Potensi penyalahgunaan kewenangan yang merugikan negara.
  2. UU Jasa Konstruksi – Pekerjaan yang tidak memenuhi standar keamanan dan keselamatan.
  3. UU Keuangan Negara – Kewajiban penggunaan APBN secara tertib dan bertanggung jawab.

LSM AJAR Sumbar: BPJN Harus Bertanggung Jawab

Ketua Tim Investigasi LSM Aliansi Jurnalis Advokasi Rakyat (AJAR) SumbarTopik Marliandi, menyatakan bahwa akar masalah terletak pada lemahnya pengawasan struktural.
“BPJN Wilayah II tidak bisa cuci tangan. Jangan hanya mengandalkan laporan kontraktor dan konsultan. Audit fisik ke lapangan harus segera dilakukan. Kalau ini dibiarkan, proyek vital ini hanya akan jadi ladang permainan anggaran,” tegas Topik.

AJAR Sumbar menuntut audit menyeluruh atas proyek dengan nomor kontrak HK.02.01/KTR.05/PPK-2.5-PJN.II/VI/2015. Audit diyakini bisa mengungkap dugaan penyimpangan, mulai dari proses tender hingga kualitas pekerjaan di lapangan.

Dampak: Negara Rugi, Publik Terancam

Jika dugaan ini terbukti, kerugian negara bisa mencapai puluhan miliar rupiah. Namun yang lebih mengkhawatirkan adalah dampak langsung kepada masyarakat:

  • Kerugian sosial – jalur vital terganggu, mobilitas masyarakat tersendat.
  • Ancaman keselamatan – konstruksi gagal fungsi bisa memicu longsor susulan dan korban jiwa.
  • Kerugian ekonomi – arus perdagangan dan logistik terhambat.

Belum Ada Klarifikasi

Hingga berita ini diturunkan, BPJN Wilayah II Sumbar maupun konsultan pengawas belum memberikan klarifikasi resmi. Awak media telah mencoba melakukan konfirmasi berulang kali, namun belum ada jawaban.

Publik kini menunggu sikap tegas pemerintah pusat, aparat penegak hukum, serta Kementerian PUPR untuk turun langsung. Sebab, proyek strategis nasional tidak boleh dijadikan ajang bancakan oknum-oknum yang mengabaikan keselamatan rakyat.

TIM

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)