Ironi Negeri Adat: Tambang Ilegal Makan Korban, Tak Ada Penegakan

GLADIATOR
0

Minggu, 5 Oktober 2025 | Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan Kapolri dan Panglima TNI untuk bertindak cepat dalam menumpas seluruh praktik Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di Indonesia.

Instruksi keras ini disampaikan dalam Pidato Kenegaraan, 15 Agustus 2025, yang menegaskan bahwa tidak boleh ada jenderal, mantan pejabat, maupun oknum aparat yang membekingi tambang ilegal.

Namun 50 hari setelah pidato itu, kondisi di Sumatera Barat justru berbanding terbalik.

Tambang ilegal kian merajalela — dari tepi sungai, perbukitan, hingga belakang kantor pemerintahan.

Sungai Jadi Tambang, Warga Kehilangan Sumber Air

Warga di Aia Dingin, Muaro Kalaban, Kota Sawahlunto melaporkan bahwa alat berat (eskavator) bekerja siang dan malam di sepanjang aliran sungai yang mengalir ke permukiman. Lumpur pekat dan batu hasil galian menutup saluran air, membuat sawah gagal panen.“Kami sudah lapor, tapi tak ada yang datang. Sungai rusak, ikan mati, air tak bisa dipakai,” ujar salah seorang warga.

Fenomena serupa terjadi di Kabupaten Sijunjung, tepatnya di kawasan Silokek dan sekitar rumah dinas pejabat daerah. Aktivitas tambang dilakukan terang-terangan, bahkan terlihat dari jalan umum.

FAKTA LAPANGAN TAMBANG ILEGAL SUMATERA BARAT (Update 5 Oktober 2025)

NoLokasi Tambang IlegalJenis AktivitasDampak Lingkungan & SosialStatus Penindakan
1Aia Dingin, Muaro Kalaban – Kota SawahluntoGalian emas di tepi sungaiSungai tercemar, sawah gagal panen, rumah retakBelum ada tindakan
2Silokek – Kabupaten SijunjungEkskavator beroperasi malam hariLongsor, adat ulayat rusak, 2 warga luka-lukaBelum ditertibkan
3Belakang Kantor Bupati SijunjungAktivitas siang–malam tampak dari jalanPencemaran air, kebisingan, longsor kecilTidak ada penutupan lokasi
4Lembah Segar, SawahluntoPenambangan bawah tanah liarPekerja tertimbun, tak dilaporkan resmiBelum ada proses hukum
5Perbatasan Tanah Datar–Solok SelatanPETI emas di hutan lindungPenggundulan hutan, rusaknya sungaiOperasi sementara, aktivitas kembali

Presiden Tegas, Daerah Justru Diam

Presiden Prabowo sudah menegaskan bahwa tidak boleh ada pembiaran terhadap praktik ilegal yang merusak lingkungan dan melanggar hukum.
Namun di Sumbar, kenyataannya berbeda.
Rapat Forkopimda Provinsi dan rapat khusus Gubernur dengan Bupati/Walikota beberapa waktu lalu tidak menghasilkan langkah nyata.

Tidak ada operasi besar, tidak ada penutupan tambang, tidak ada penyitaan alat berat.

Instruksi presiden yang seharusnya menjadi pedoman, terkesan berhenti di meja rapat.

Korban Jiwa dan Ekologi yang Hancur

Beberapa kali longsor di lokasi PETI dilaporkan menelan korban.
Sayangnya, kejadian itu tidak pernah diungkap secara resmi.
Selain korban jiwa, kerusakan ekologis juga parah: sungai mati, hutan gundul, dan sawah warga rusak total.

“Tambang ini bukan berkah, tapi kutukan. Hancur tanah adat, rusak hidup kami,” ujar tokoh adat dari Sijunjung.

Ekonomi Rakyat Terseret ke Jurang

Akibat PETI, petani kehilangan lahan, peternak kehilangan air, dan nelayan darat kehilangan sumber ikan.
Ironisnya, hasil tambang ilegal justru mengalir ke segelintir pihak yang diyakini memiliki pengaruh kuat, baik secara politik maupun ekonomi.

Rakyat hanya menanggung dampak, sementara pelaku leluasa menikmati hasilnya.

UNDANG-UNDANG YANG DILANGGAR

  1. UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
    → Pasal 158: Penambangan tanpa izin dipidana penjara 5 tahun dan denda Rp100 miliar.

  2. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
    → Pasal 98: Perusak lingkungan dapat dipidana penjara 10 tahun dan denda Rp10 miliar.

  3. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
    → Pasal 69: Mengubah fungsi kawasan lindung tanpa izin dapat dipidana 3 tahun penjara dan denda Rp500 juta.

  4. UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air
    → Pasal 33: Dilarang melakukan kegiatan yang mengganggu fungsi sumber air atau aliran sungai.

  5. KUHP Pasal 406
    → Merusak barang milik umum atau fasilitas publik, diancam penjara 2 tahun 8 bulan.

Penutup: Ketika Arahan Presiden Tak Dihiraukan

Minggu malam, 5 Oktober 2025, suara alat berat masih terdengar di beberapa titik Sumatera Barat.
Instruksi Presiden telah jelas. Namun, implementasi di lapangan seakan lumpuh.

“Kalau hukum hanya tajam ke bawah, maka tambang ilegal akan terus hidup di atas penderitaan rakyat,” kata seorang warga Muaro Kalaban.

Kini masyarakat menunggu: Apakah aparat daerah akan menjalankan perintah Presiden, atau membiarkan Sumatera Barat terus tenggelam dalam lumpur tambang ilegal?

CATATAN REDAKSI

Redaksi menyatakan bahwa seluruh informasi dalam laporan ini bersumber dari hasil liputan lapangan, dokumentasi video warga, serta konfirmasi ke berbagai pihak terkait.

Kami menekankan bahwa praktik Pertambangan Tanpa Izin (PETI) bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga pengkhianatan terhadap amanat konstitusi yang mewajibkan negara melindungi lingkungan dan rakyatnya.

Redaksi mendesak:

  • Kapolri, Panglima TNI, dan Gubernur Sumatera Barat segera membentuk Satgas Penegakan Hukum Tambang Ilegal Sumbar dengan pelibatan masyarakat.
  • Penindakan harus transparan, termasuk mengusut dugaan keterlibatan oknum aparat atau pejabat daerah.
  • Kementerian ESDM dan KLHK diharapkan turun langsung ke lokasi terdampak untuk melakukan audit lingkungan independen.

Awak media akan terus memantau, menelusuri, dan melaporkan setiap perkembangan terkait tambang ilegal di Sumatera Barat demi tegaknya hukum dan keselamatan rakyat.

“Kebenaran mungkin tertutup lumpur, tapi tidak akan pernah hilang.”

Catatan Redaksi, Minggu 5 Oktober 2025

TIM

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)